Kasus Thalasemia Mayor Pada Anak Di DKI Jakarta Ternyata Mencapai Hingga 5,6%
Indonesia saat ini menjadi salah satu negara dengan jumlah kasus thalasemia mayor tertinggi di dunia. Hal ini dikatakan oleh Direktur Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) dr Eva Susanti.
Pasalnya, dalam data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa 80% dari total kasus global thalasemia mayor disumbangkan oleh negara berkembang. Negara dengan penghasilan menegak ke bawah.
Kasus Thalasemia Mayor Di Indonesia
secara umum thalasemia ini menjadi salahs atu penyakit kelainan darah yang bersifat genetik. Penyakit ini adalah penyakit yang diturunkan orang tua kepada anak-anaknya.
Pembawa sifat thalasemia di dunia ini diperkirakan mencapai 7-8 persen. Bahkan setiap tahunnya ada lebih dari 300 sampai 500 ribu anak lahir dengan kondisi tersebut.
Sementara itu di Indonesia pembawa sifat thalasemia beta ini mencapai 3 hingga 10 persen. Sementara itu pembawa sifat thalasemia alpha tercatat lebih banyak hingga 11 persen.
“Estimasi 2.500 bayi lahir dengan thalasemia beta mayor setiap tahun,” tutur dr Eva dalam briefing media Hari Thalasemia Sedunia, Selasa (7/6/24).
Beban yang dihadapi pemerintah saat ini adalah masih banyaknya orang yang belum menyadari kalau dirinya pembawa thalasemia.
Hal tersebut kemudian akan memicu kelahiran bayi dengan kondisi thalasemia yang berada di atas 2 ribu. Penyakit ini juga menjadi salah satu ebban pembiayaan perawatan kelima terbesar BPJS Kesehatan.
dr Eva menyebutkan kalau Kemenkes RI pada tahun 2023 telah melakukan skrining acak di 21 sekolah DKI Jakarta. Hal ini dilakukan untuk melihat gambaran awal sebaran kasus.
Hasil yang didapatkan cukup mengejutkan, ada lebih dari 5,6 persen anak di sekolah tersebut merupakan pembawa thalasemia.
“Kemenkes RI juga telah melakukan uji coba pelaksanaan skrining pembawa sifat pada anak sekolah di 21 sekolah DKI Jakarta dan ditemukan sekitar 5,6 persen anak sekolah yang di skrining tersebut pembawa sifat thalasemia,” sambungnya.
Melalui kasus thalasemia mayor di Indonesia ini, dr Eva mengingatkan untuk menjadi sebuah peringatan untuk setiap masyarakat. Hendaknya masyarakat melakukan skrining sedini mungkin sebelum menikah.
“Menghindari pernikahan sesama sifat, deteksi dini pada populasi tertentu, cukup dilakukan sekali seumur hidup. Sehingga kita bisa mencegah kelahiran bayi thalsemia mayor pada kemungkinan 50 persen pembawa sifat thalasemia mayor,” pungkasnya.
Melalui kasus thalasemia mayor yang ada di Indonesia, hendaknya penting melakukan skrining sedini mungkin. Hal ini untuk menghindari keturunan di masa depan tidak membawa sifat thalasemia.