Bolehkah Mencium Istri Saat Puasa? Ini Penjelasan Menurut Para Ulama
Bolehkah mencium istri saat puasa? Ini merupakan pertanyaan awam yang sering kali diperdebatkan boleh dan tidaknya.
Pada dasarnya, ibadah puasa dijalankan dengan melawan hawa nafsu yakni berusaha menghindari suatu perkara yang bisa membatalkanya.
Nah, selain makan dan minum, berhubungan suami istri merupakan salah satu perkara yang bisa membatalkan puasa seseorang. Lantas bagaimana dengan mencium istri saat puasa?
Bolehkah Mencium Istri Saat Puasa?
Sebenarnya mencium istri saat puasa tidak membatalkan puasa seseorang. Namun yang dikhawatirkan dari bersentuhan kulit tersebut akan memunculkan syahwat.
Mencium istri dapat membangkitkan nafsu sang suami, hingga khawatir bisa menyeretnya untuk melakukan hubungan seksual.
Ketika melakukan hubungan badan saat puasa, tentu akan dijatuhi hukuman yang tidak sesederhana itu.
Selain itu, ada beberapa ulama yang memasukkan perkara mencium pasangan halal sebagai perkara makruh apabila ciuman tersebut membangkitkan syahwat.
Jika ciuman tersebut tidak memunculkan syahwat, maka tindakannya tidak dipermasalahkan. Namun ada baiknya untuk tetap dihindari.
Hukum makruh ciuman saat puasa tentunya berlaku untuk pasangan suami istri, hubungan selain yang halal, maka jelas hukumnya haram.
Terdapat dua jenis hukum makruh pada perkara mencium istri saat puasa, yakni makruh tahrim dan makruh tanzih.
Makruh Tahrim diartikan sebagai makruh yang jika dilakukan maka pelakunya akan mendapat dosa.
Makruh tanzih yakni makruh yang mana pelakunya tidak dikenai dosa maupun pahala saat melakukannya.
Makruh tahrim menjadi himbauan agar dihindari oleh pasangan suami istri, tetapi makruh tanzih hanya sebagai anjuran untuk meninggalkannya.
Hukum makruh di atas berdasarkan pendapat para ulama yang mengacu pada hadist riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah.
Rasulullah melarang anak muda mencium saat puasas dan memperbolehkan hal tersebut pada orang tua saja.
Kenapa Ada Perbedaan?
Para ulama meengkaji hadist tersebut dengan merasionalisasikannya pada argument bahwa usia muda merupakan usia dengan puncak hasrat yang tinggi.
Artinya, gairah sesksual pada usia muda lebih tinggi dibandingkan dengan orang tua yang hasrat seksualnya menurun.
Pada pasangan muda, dikhawatirkan jika ciuman tersebut bisa menimbulkan hasrat seksual dan mengakibatkan ejakulasi.
Sebenarnya batasan usia muda dan tua pada hukum mencium istri saat puasa merujuk pada kondisi umum yang manusiawi.
Jika muda pemuda pun mampu menahan hasrat seksualnya, maka tidak ada bedanya dengan hukum untuk yang usia tua.
Lebih penting dari sekedar mengetahui muda dan tua, ialah memahami bahwa tindakan mencium tidak mengarahkan pelakunya pada hal yang mampu membatalkan puasanya.
Sesuai dengan hukum dalam kaidah fiqih ‘li wasail hukmil maqashid’ terhadap hal yang mendorong dan mendukung hingga menyebabkan diberlakukannya hukum yang sama hasil akhirnya.
Diketahui bahwa persentuhan kulit atau lebih jauh hubungan badan, sudah jelas membatalkan puasa, maka hal-hal kecil yang bisa mengarahkan pada tindakan tersebut hendaknya dihindari.
Hal yang patut dihindari demi menjaga kesucian diri saat puasa misalnya, berpelukan, genggaman, dan lainnya.
Kontak fisik tersebut sama hukumnya seperti ciuman karena mungkin dapat menimbulkan syahwat untuk melakukan interaksi seksual.
Namun penjelasan hukum diatas, tidak menjadi patokan yang mempengaruhi sah atau tidaknya ibadah puasa.
Dalam kitab Al Majmu’ (Syarh al-Muhaddzab: 355) perlu dipahami jika saat bulan puasa mencium istri tetapi tidak menimbulkan gejolak syahwat, maka puasa tetap sah dan tak batal.
Sehingga menicum istri sebenarnya tidak membatalkan puasa, tetapi hanya mengurangi tingkat kesempurnaan ibadah. Wallahu a’lam bishshawab.