Pentingnya Pemadanan Data Stunting Antara EPPGBM Dan SKI, menurut Kepala BKKBN
Sesuai dengan arahan Wakil Presiden, Ma’ruf Amin pemadanan data stunting perlu dilakukan. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Hasto Wardoyo pun mengiyakan hal tersebut.
“Sesuai dengan arahan Bapak Wakil Presiden, terkait data stunting, agar dipadupadankan dulu antara Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM) dan Survei Kesehatan Indonesia (SKI). Karena datang yang didapatkan dari SKI ketika diterapkan di daerah, persentasenya banyak daerah yang tidak bisa menemukan kasus sebanyak yang ada di salam SKI,” kata Hasto Wardoyo di Jakarta, Kamis.
Alasan Pentingnya Pemadanan Data Stunting
“Jadikan data itu harus diverifikasi. Ada data EPPGBM itu datanya dapat dari posyandu melalui pengembangan. Alatnya sudah baru, petugasnya sudah dilatih, kemudian dia mengerjakan serentak, hasilnya dikumpulkan. Data ini harus diverifikasi, karena data yang di EPPGBM itu sudah jauh di bawah 20% (stuntingnya),” kata dr. Hasto saat ditemui pada acara Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) Tahun 2024 Kemenkes RI di ICE BSD, Tangerang Rabu, (24/4/24) dikutip dari detikHealth Jumat, (26/4/24).
Menurut dr. Hasito melalui data EPPGBM ini apabila dianalisis secara menyeluruh, maka angka stunting di Indonesia dapat di bawah 14%. Karena itu penting sekali untuk mengulas atau mereview data SKI dan EPPGBM, yang kemudian dipadankan sehingga ada keselarasan data.
“EPPGBM itu seperti real count, sedangkan SKI itu seperti quick count karena survei. Oleh karena itu, yang perlu kita sikapi seperti arahan Menteri Kesehatan, sekarang EPPGBM dimaksimalkan menjadi 100%. Jadi penimbangan-penimbangan yang belum lengkap, dimaksimalkan sampai 100%,” ujarnya.
Dirinya juga menekankan pentingnya pemadanan data stunting antara SKI dan EPPGBM.
“Kalau EPPGBM diverifikasi, saya yakin angkanya akan jauh di bawah 20%. Sehingga saya yakin kalau menggunakan EPPGBM, datanya bahkan bisa di bawah 14%, tetapi kalau menggunakan angka survei, angkanya masih jauh, maka titik temunya saya kira ada diverifikasi EPPGBM bulan April, kemudian bulan Mei oleh Menteri Kesehatan,” tuturnya.
Hasto juga telah menegaskan kalau verifikasi dan validasi data EPPGBM dapat dilakukan dengan lebih akurat. Karena di daerah sudah memiliki pengukuran balita yang jelas.
“Kalau dulu alatnya masih beda-beda, ada dacin, digital, itu belum seragam. Sekarang seharusnya angka real count lebih bagus, da sudah standar, karena alatnya sudah seragam,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementrian Kesehatan mendistribusikan sekitar 300 ribu alat antropometri ke posyandu dan puskesmas di berbagai daerah. Ini dilakukan dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan anak serta mendeteksi dini stunting.
Jadi, pentingnya pemadanan data stunting antara EPPGBM dan SKI ini haruslah sejalan. Sehingga tidak ada lagi data yang berbeda yang malah dapat membingungkan masyarakat.